Perhatikan Sifat Orang yang Selalu Bertahajjud
cuplikan : Bagian 9
Judul Buku : Bersujud di Keheningan Malam
111 Jalan Menumbuhkan Gairah Qiyamul Lail
Penerbit : Mitra Pustaka
Pengarang : Muhammad Shalih Ali Abdillah Ishaq
Allah SWT. meberikan sifat hamba-hamba-Nya yang saleh dengan berfirman"
"Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Qs. Al-Furqan ayat 64).
Ustadz Sayyid Qutb dalam kitab Fi Dzilal Al-Qur'an mengatakan: Allah SWT. menyatakan tentang sifat-sifat hamba-hambaNya (yang bersujud dan berdiri pada malam hari) dengan sangat istimewa dan memberikan kedudukan tersendiri. Seakan-akan mereka adalah inti sari dari sifat-sifat kemanusiaan setelah melalui pertempuran yang panjang antara petunjuk dan kegelapan. Dalam ayat tersebut di atas dinyatakan dengan sujud dan berdiri untuk menggambarkan gerakan hamba Allah Yang Maha Pengasih pada sebagian malam ketika orang-orang sedang tidur. Mereka meniti malam untuk sujud dan berdiri kepada Tuhan mereka, mereka hanya menghadap pada Tuhan mereka dan berdiri di hadapan Nya, mereka sujud kepada Nya semata. Mereka adalah sekelompok orang yang meninggalkan tidur dan istirahat yang menyenangkan dan memilih yang lebih menyenangkan dan nikmat, yaitu sibuk menghadapakan diri kepada Tuhannya, menyandarkan ruh dan jasad kepada Nya. Ketika manusia sedang tidur, mereka bangun untuk sujud. Manusia tetap di bumi sedang mereka naik ke 'Arsy Tuhan Yang Maha Pengasih, Pemilik keagungang dan kemuliaan. (Sayyid Qutb, Fi Dzilal Al-Qur'an, III:55).
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan dia akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (Qs. Adz-Dzariyat ayat 17-18).
Berkaitan dengan ayat di atas ar-Razi rahimahullah mengatakan: Ayat ini menunjukkan bahwa mereka selalu bersujud dan bertahajud, lalu mereka selalu ingin agar amal ibadah mereka lebih banyak dan lebih ikhlas dari yang telah dilakukan. Mereka memohon ampun (beristighfar) atas keterlambatan melakukan ibadah.
Inilah perjalanan orang yang mulia, yang selalu memperbanyak amalan mulia dengan sekuat tenaga, selalu menganggap sedikit ibadah yang telah dilakukan dan pada akhirnya ia enggan berlambat-lambat. Sedangkan orang yang hina, hanya sedikit sekali melakukan amalan tersebut dan dia menganggap amalannya sudah terlalu banyak dan menyebut-nyebut amalan tersebut. (Al-Qasimi, Mahasin at-Ta'wil)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home